Kasus prostitusi yang berkedok tempat spa di Bali akhirnya terungkap setelah memicu kecurigaan warga sejak beberapa bulan terakhir. Pink Palace Bali Spa, yang terletak di Jalan Mertasari, Kerobokan Kelod, Kecamatan Kuta Utara, Badung, sudah lama dicurigai oleh warga setempat sebagai tempat praktik ilegal. Spa tersebut menawarkan layanan “plus-plus” yang ternyata berujung pada penggerebekan oleh Polda Bali.
Warga setempat, Nyoman Suartama, mengaku bahwa mereka sudah menduga adanya aktivitas ilegal sejak spa itu pertama kali beroperasi sekitar enam bulan lalu. Awalnya, para terapis tidak diizinkan untuk keluar gedung, namun beberapa bulan kemudian, mereka mulai terlihat membagikan brosur kepada warga sekitar, mengenakan pakaian minim yang menambah kecurigaan akan layanan yang ditawarkan.
Penggerebekan dan Penetapan Tersangka
Pengungkapan kasus ini dipimpin oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Bali, di mana dua warga negara asing asal Australia berinisial MJLG (50) dan LJLG (44) ditetapkan sebagai tersangka utama. Kedua warga Australia ini merupakan pemilik sekaligus pengelola Pink Palace Bali Spa. Polisi juga menetapkan empat orang lainnya sebagai tersangka yang berperan sebagai direktur, general manager, dan resepsionis spa.
Dari informasi yang dihimpun, omzet yang diperoleh dari kegiatan ilegal tersebut diperkirakan mencapai Rp 1 miliar hingga Rp 3 miliar setiap bulannya. Namun, pihak pengelola spa belum memberikan pernyataan resmi terkait keterlibatan mereka dalam kasus ini, dan saat tim investigasi mendatangi lokasi spa, tidak ada seorang pun dari pihak Pink Palace yang bisa ditemui.
Bantahan Kepala Dukcapil Terkait KTP Oranye
Dalam perkembangan kasus ini, muncul isu bahwa pemilik spa, Michael Jerome Le Grand, menggunakan KTP oranye bodong. Namun, Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kabupaten Badung, AAN Arimbawa, membantah tuduhan tersebut. Menurutnya, KTP oranye yang dimiliki oleh Le Grand sah dan sesuai dengan prosedur yang berlaku. KTP tersebut dikeluarkan berdasarkan Kartu Izin Tinggal Tetap (Kitap) yang diperolehnya setelah melalui proses Kartu Izin Tinggal Sementara (Kitas).
Arimbawa juga menjelaskan bahwa KTP oranye diberikan kepada warga negara asing dengan masa berlaku yang mengikuti izin tinggal yang diberikan oleh Imigrasi. Prosedur ini sah dan diatur dalam UU No. 23 Tahun 2006 dan UU No. 24 Tahun 2013. Bahkan, istri dan anak-anak Le Grand juga memiliki KTP oranye yang sama, yang diurus melalui sponsor mereka.
Dugaan Melarikan Diri dan Langkah Hukum Lanjutan
Kasus ini semakin menarik perhatian publik setelah penggerebekan yang dilakukan pada Rabu malam, 11 September 2024. Selain belasan terapis yang dibawa untuk diperiksa, beberapa orang penting dari manajemen spa juga ditahan. Sementara itu, Le Grand sempat datang ke Polda Bali, namun diduga melarikan diri saat diminta untuk menjalani tes urine.
Kepolisian dan otoritas terkait terus mengembangkan kasus ini untuk menindak semua pihak yang terlibat dalam praktik prostitusi berkedok spa. Dengan adanya kasus ini, masyarakat diimbau untuk lebih waspada dan melaporkan segala bentuk kegiatan mencurigakan di lingkungan mereka.
Pentingnya Pengawasan Terhadap Bisnis Spa di Bali
Kasus ini menunjukkan betapa pentingnya pengawasan yang lebih ketat terhadap tempat-tempat yang berpotensi menjadi sarang praktik prostitusi terselubung, terutama di kawasan wisata seperti Bali. Kehadiran warga negara asing sebagai investor di Bali juga harus dipantau dengan baik, memastikan bahwa mereka menjalankan bisnis sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia. Keyword terkait: