Kasus viral terkait pengasuh yang memberikan obat steroid kepada anak tanpa sepengetahuan orang tua telah mencuri perhatian publik. Di Surabaya, seorang ibu bernama Linggra Kartika mengungkap bahwa anaknya telah diberi obat steroid oleh pengasuhnya selama setahun penuh. Obat tersebut diberikan dengan tujuan untuk menggemukkan badan sang anak, namun tanpa pengawasan medis. Kasus serupa juga terjadi di Sulawesi Selatan, di mana seorang pengasuh berinisial N (36) memberikan obat penggemuk kepada anak asuhnya hingga menyebabkan kondisi wajah membengkak atau dikenal sebagai moonface.

Obat Steroid Diberikan Tanpa Resep Dokter

Linggra Kartika sangat menyayangkan kemudahan akses obat keras seperti steroid yang bisa dibeli secara bebas, bahkan melalui platform daring. Akibat dari tindakan pengasuh tersebut, anaknya harus dirawat di rumah sakit. Menurut Linggra, obat-obatan yang seharusnya hanya bisa diperoleh dengan resep dokter ini dijual dengan harga murah di berbagai marketplace online.

Di kasus lain di Sulawesi Selatan, pelaku yang memberikan obat penggemuk kepada anak asuhnya mengaku mendapatkan obat tersebut melalui marketplace tanpa menunjukkan resep dokter. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan pengawasan yang longgar terhadap penjualan obat-obatan keras di platform daring.

IDAI dan BPOM Menyerukan Pengawasan Lebih Ketat

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyoroti pentingnya pengawasan yang lebih ketat terkait distribusi obat-obatan keras seperti steroid. Menurut Ketua Unit Kerja Koordinasi Endokrin IDAI, Dr. Agustini Utari, obat-obatan ini seharusnya hanya diberikan kepada pasien dengan indikasi medis yang jelas dan di bawah pengawasan dokter. Pemberian obat tanpa resep dapat menyebabkan efek samping serius, terutama pada anak-anak.

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) juga angkat bicara mengenai kasus ini. BPOM menegaskan bahwa obat yang digunakan oleh pelaku di kedua kasus ini, deksametason, adalah obat keras yang tidak boleh dikonsumsi sembarangan. BPOM menyebut bahwa penjualan obat di marketplace seharusnya diawasi dengan ketat, dan pembelian hanya boleh dilakukan melalui apotek resmi yang telah terdaftar di Penyelenggara Sistem Elektronik Farmasi (PSEF). BPOM juga telah melakukan patroli siber untuk memantau penjualan obat ilegal secara online dan menindak ratusan ribu tautan penjualan obat keras tanpa izin.

Perlu Pengetatan Regulasi dan Pengawasan

Baik IDAI maupun BPOM sepakat bahwa perlu ada perbaikan dalam regulasi terkait penjualan obat-obatan secara daring. Dr. Agustini Utari menggarisbawahi bahwa aturan yang lebih ketat sangat diperlukan untuk mencegah kejadian serupa terulang kembali, terutama bagi anak-anak yang rentan terhadap efek samping obat keras. Di sisi lain, BPOM terus memperketat pengawasan melalui patroli siber untuk memastikan bahwa penjualan obat secara daring hanya dilakukan oleh toko resmi yang memiliki izin.

Pentingnya Kesadaran Masyarakat

Kasus ini menjadi pelajaran penting bagi masyarakat untuk lebih waspada terhadap obat-obatan yang beredar secara online. Orang tua diharapkan lebih berhati-hati dalam memastikan obat yang diberikan kepada anak-anak mereka.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *