Mahkamah Kriminal Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada 20 November 2024. Surat perintah ini dikeluarkan sebagai bagian dari investigasi ICC terkait kejahatan perang yang terjadi di Gaza sejak konflik besar antara Israel dan Hamas pada 7 Oktober 2023. Seiring dengan perkembangan ini, Prancis awalnya berkomitmen untuk memenuhi kewajibannya sebagai negara anggota ICC dalam menangkap Netanyahu. Namun, posisi Prancis berubah setelah Kementerian Luar Negeri mengklaim bahwa Netanyahu memiliki kekebalan hukum karena Israel bukan anggota ICC.
Perbedaan Sikap Prancis terhadap Netanyahu dan Putin
Kementerian Luar Negeri Prancis menjelaskan bahwa negara tersebut tidak dapat melaksanakan perintah ICC untuk menangkap Netanyahu. Hal ini mengacu pada hukum internasional yang memberikan kekebalan kepada pejabat tinggi negara yang berasal dari negara bukan anggota ICC. Pernyataan ini merujuk pada Pasal 98 Statuta Roma yang menyatakan bahwa negara tidak dapat bertindak bertentangan dengan kewajibannya terkait kekebalan diplomatik. Meskipun begitu, pasal tersebut juga menjelaskan bahwa kekebalan tidak menghalangi pengadilan untuk menjalankan yurisdiksinya.
Posisi Prancis ini terkesan berbeda dengan sikap mereka terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin. Pada tahun lalu, Prancis menyatakan kesiapan mereka untuk mendukung ICC dalam menangkap Putin meskipun Rusia juga bukan anggota ICC. Keputusan ICC untuk memerintahkan penangkapan Putin dipandang oleh Prancis sebagai langkah yang sejalan dengan komitmen negara tersebut untuk menentang impunitas.
Penolakan Negara Terhadap Perintah Penangkapan Netanyahu
Beberapa negara, termasuk Hungaria dan Argentina, telah secara terang-terangan menolak untuk mematuhi perintah ICC yang ditujukan kepada Netanyahu. Presiden Hungaria, Viktor Orban, mengungkapkan bahwa negaranya tidak akan mengikuti keputusan ICC dan bahkan mengundang Netanyahu untuk berkunjung. Sementara itu, Presiden Argentina, Javier Milei, juga menegaskan bahwa perintah ICC melanggar hak Israel untuk membela diri dari serangan kelompok teroris seperti Hamas.
Amerika Serikat, yang tidak menjadi anggota ICC, juga menolak keputusan tersebut dengan alasan ICC tidak memiliki yurisdiksi atas Israel. Negara-negara seperti Paraguay dan Rusia pun menyuarakan penolakan serupa, dengan alasan yang berkaitan dengan hak untuk mempertahankan diri dan ketidakberlakuan perintah ICC bagi negara-negara yang tidak meratifikasi Statuta Roma.
Dukungan dan Kontroversi terhadap ICC
Sebagian negara lain, seperti Austria, juga mengkritik perintah penangkapan terhadap Netanyahu dengan alasan bahwa keputusan tersebut merusak kredibilitas ICC. Mereka berpendapat bahwa konflik di Gaza merupakan pertarungan antara negara demokratis dan kelompok teroris yang ingin menghancurkan Israel. Prancis, sementara itu, terjebak dalam kontradiksi dengan posisi mereka dalam menghadapi kasus Putin dan Netanyahu.
Tantangan bagi ICC dan Posisi Prancis dalam Hukum Internasional
Prancis kini menghadapi kritik dari berbagai pihak, termasuk organisasi HAM seperti Amnesty International, yang menyebut sikap negara tersebut bertentangan dengan kewajiban Prancis sebagai anggota ICC. Mereka mengingatkan bahwa prinsip dasar ICC adalah tidak ada yang kebal hukum, bahkan pemimpin negara yang didakwa dengan kejahatan perang. Dengan semakin banyaknya negara yang menolak mematuhi perintah ICC, tantangan terhadap kewibawaan pengadilan internasional ini semakin besar.