Dalam beberapa tahun terakhir, Vietnam menghadapi fenomena yang tidak biasa, di mana para pekerja perempuan muda yang sebelumnya merantau ke kota-kota besar kini memilih untuk kembali ke desa. Alasan utama di balik keputusan ini adalah tingginya biaya hidup di perkotaan, meskipun penghasilan yang mereka dapatkan tergolong tinggi.
Hasil survei yang dilakukan oleh ViecLam Tot pada Agustus 2024 menunjukkan bahwa sekitar 30% produsen di perkotaan mengalami kekurangan tenaga kerja. Bahkan, 75% dari mereka melaporkan kesulitan dalam mencari karyawan baru. Sementara itu, data dari Departemen Kependudukan dan Perencanaan Kota mengungkapkan bahwa jumlah pendatang baru ke kota mengalami penurunan signifikan, dari 180.000 orang pada tahun 2020 menjadi hanya 65.000 orang pada tahun 2023.
Kisah Nguyen Thi Hiep: Meninggalkan Kota demi Kehidupan Lebih Tenang
Nguyen Thi Hiep, seorang mantan pekerja pabrik sepatu di Kota Ho Chi Minh, adalah salah satu dari banyak perempuan yang memilih kembali ke kampung halaman. Setelah bekerja selama 16 tahun di salah satu produsen sepatu terbesar di Vietnam, Hiep merasa bahwa biaya hidup di kota metropolitan itu terlalu tinggi.
Meskipun pendapatannya sebesar 10 juta dong per bulan (sekitar Rp4,8 juta) lebih tinggi dari rata-rata upah minimum nasional, pengeluarannya untuk sewa rumah, makanan, pendidikan, dan kebutuhan lainnya membuatnya kesulitan menabung. Bersama suaminya yang bekerja sebagai sopir taksi dan putrinya yang masih kecil, Hiep memutuskan untuk pindah ke Provinsi Pegunungan Quang Binh yang berjarak sekitar 1.000 km dari Kota Ho Chi Minh.
“Saya bekerja dari pagi hingga malam, tetapi tetap saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan. Di desa, hidup lebih tenang dan biaya lebih terjangkau,” ujar Hiep.
Pilihan Serupa oleh Truong Thi Le: Demi Kesehatan dan Kehidupan yang Lebih Baik
Truong Thi Le, seorang pekerja di produsen alas kaki, juga mengambil langkah serupa. Ia mengirimkan putrinya yang berusia enam tahun ke Quang Binh karena buruknya kualitas udara di kota. Le menyebutkan bahwa kualitas udara di Kota Ho Chi Minh bahkan melampaui ambang batas yang ditetapkan oleh WHO, membuat anak-anak rentan terhadap penyakit.
Meskipun Le dan suaminya memiliki penghasilan gabungan sebesar 16 juta dong per bulan, mereka tetap memilih untuk kembali ke desa. Ia mengungkapkan bahwa lingkungan pedesaan lebih sehat dan cocok untuk anak-anaknya. “Kami mungkin akan kembali bertani, tetapi saya yakin kehidupan di desa akan lebih baik untuk keluarga saya,” kata Le.
Mengapa Fenomena Ini Terjadi?
Tren ini mencerminkan ketidakseimbangan antara gaji tinggi dan biaya hidup di perkotaan Vietnam. Banyak pekerja merasa bahwa pendapatan mereka tidak mampu mengejar kenaikan harga kebutuhan, sehingga desa menjadi alternatif yang lebih masuk akal.
Fenomena pekerja perempuan yang kembali ke desa di Vietnam menunjukkan dampak ekonomi perkotaan terhadap kehidupan masyarakat. Biaya hidup tinggi, kualitas udara yang buruk, dan kurangnya tabungan menjadi alasan utama di balik keputusan ini. Desa menawarkan kehidupan yang lebih terjangkau, sehat, dan damai bagi para pekerja dan keluarga mereka.