Wirdateti Peneliti Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkap keberadaan Harimau Jawa yang telah dinyatakan punah. Ia mendapati sehelai rambut Harimau Jawa yang ditemukan warga.
Rambut tersebut ditemukan oleh Kalih Reksasewu setelah diberitahu oleh Ripi Januar Fajar, warga setempat. Kalih menemukannya di pagar pembatas antara kebun rakyat dengan jalan desa Cipeundeuy, Sukabumi Selatan, Jawa Barat.
“Rambut tersebut ditemukan oleh Kalih Reksasewu atas laporan Ripi Yanuar Fajar yang berpapasan dengan hewan mirip Harimau Jawa yang dikabarkan telah punah, pada malam hari 19 Agustus 2019. Ripi adalah seorang penduduk lokal yang berdomisili di desa Cipeundeuy, Sukabumi Selatan, Jawa Barat,” tutur Wirdateti, dilansir dari laman BRIN, Minggu (24/3/2024).
Harimau Jawa (Panthera tigris sondaica) telah dikategorikan sebagai hewan yang punah bersama dengan Harimau Bali (P. tigris balica) dalam Daftar Merah International Union for Conservation of Nature (IUCN). Kedua hewan ini dinyatakan punah sejak 1980.
Penampakan terakhir Harimau Jawa terlihat di Meru Betiri Taman Nasional, Jawa Timur pada 1976. Kini, jenis hewan serupa yang masih ada di Indonesia adalah Harimau Sumatera (P. tigris sumatrae).
Analisis DNA Benarkan Keberadaan Harimau Jawa
Wirdateti dan tim dari BRIN kemudian menganalisis DNA komprehensif dari rambut harimau tersebut. Mereka membandingkan sampel rambut harimau yang baru ditemukan dengan spesimen Harimau Jawa koleksi Museum Zoologicum Bogoriense (MZB).
Selain itu, beberapa subspesies sampel harimau lain seperti Harimau Bengal, Amur dan Sumatra, serta Macan Tutul Jawa dijadikan sebagai kontrol. Tim menyimpulkan sampel tersebut adalah milik Harimau Jawa.
Keyakinan para peneliti diperkuat dengan adanya temuan lain berupa bekas cakaran mirip harimau. Hasil analisis menunjukkan kemiripan mendekati 100% dengan jenis harimau lainnya.
“Hasil perbandingan antara sampel rambut Harimau Sukabumi menunjukkan kemiripan sebesar 97,06 % dengan Harimau Sumatera, dan 96,87 dengan Harimau Benggala. Sedangkan spesimen Harimau Jawa koleksi MZB memiliki 98,23 kemiripan dengan Harimau Sumatera,” jelas Wirdateti.
Untuk melengkapi hasil pengamatan DNA, tim peneliti melakukan wawancara dengan Ripi Yanuar Fajar yang melihat harimau tersebut di tempat penemuan. Menurut Wirdateti, merekonstruksi filogeografi dan demografi dapat dilakukan untuk menyelidiki nenek moyang genetik subspesies.
“Amplifikasi PCR seluruh sitokrom b mtDNA dilakukan dengan primer khusus untuk harimau. Selanjutnya, seluruh hasil sekuens nukleotida disimpan menggunakan BioEdit dan diserahkan ke GenBank,” jelasnya.
“Urutan komplemen antara primer forward dan reverse diedit menggunakan Chromas Pro. Semua urutan nukleotida dugaan Harimau Jawa dibandingkan dengan data sekuen Genbank National Center for Biotechnology Information (NCBI). Penyelarasan DNA dilakukan menggunakan Clustal X dan data dianalisis menggunakan MEGA,” sambungnya.