Presiden Korea Selatan (Korsel) Yoon Suk Yeol saat ini menghadapi tekanan besar dari berbagai pihak setelah keputusan mengejutkannya untuk memberlakukan darurat militer pada Selasa malam (3/12/2024). Langkah yang hanya berlangsung selama enam jam tersebut memicu gelombang kritik dari oposisi dan masyarakat Korsel. Polisi kini tengah menyelidiki Yoon atas tuduhan pemberontakan yang dapat berujung pada hukuman mati, pelanggaran yang melampaui kekebalan hukum seorang presiden.
Latar Belakang Penetapan Darurat Militer
Langkah Yoon untuk memberlakukan darurat militer disebut-sebut dipicu oleh ancaman dari Korea Utara dan dugaan “kegiatan anti-negara” yang melibatkan lawan politik dalam negeri. Dalam deklarasinya yang disiarkan televisi nasional, Yoon mengumumkan pengambilalihan kendali militer dengan alasan stabilitas negara. Tindakan tersebut bahkan melibatkan pengerahan militer ke gedung parlemen Korsel.
Namun, keputusan ini ditolak mentah-mentah oleh 190 dari 300 anggota parlemen Majelis Nasional Korsel. Mereka menilai tindakan tersebut melanggar konstitusi dan hukum. Akibatnya, darurat militer dicabut setelah enam jam diberlakukan.
Oposisi dan Rencana Pemakzulan
Setelah pencabutan darurat militer, partai oposisi langsung mengajukan mosi pemakzulan terhadap Yoon. Mereka menuduh presiden telah menyalahgunakan kekuasaannya untuk menghindari penyelidikan terhadap dugaan pelanggaran hukum yang melibatkan dirinya dan keluarganya. Oposisi juga menyebut darurat militer sebagai langkah inkonstitusional yang tak dapat dimaafkan.
Pemungutan suara terkait pemakzulan dijadwalkan pada Sabtu malam (7/12/2024). Jika mosi pemakzulan disetujui, Yoon akan diberhentikan sementara dari jabatannya hingga Mahkamah Konstitusi memutuskan legalitas pemakzulan tersebut. Keputusan Mahkamah Konstitusi akan diumumkan dalam waktu 180 hari, dan jika disetujui, pemilihan presiden baru harus dilakukan dalam waktu 60 hari setelahnya.
Tuduhan Lain yang Menjerat Yoon
Selain menghadapi tuduhan pemberontakan, Yoon juga harus menjawab sejumlah tuduhan lainnya, termasuk dugaan korupsi yang melibatkan istrinya, Kim Keon Hee. Oposisi bahkan memotong sebagian besar anggaran yang diajukan pemerintahannya, membuat Yoon kehilangan kekuatan politik untuk mengendalikan situasi di parlemen.
Reaksi dari Partai Kekuatan Rakyat
Meski demikian, partai yang dipimpin Yoon, Partai Kekuatan Rakyat (PPP), tetap berupaya membela presidennya. Para pejabat partai menegaskan akan menolak mosi pemakzulan dan tetap bersatu mendukung Yoon. Namun, sejumlah pengamat politik menilai keputusan Yoon memberlakukan darurat militer telah merusak kepercayaan publik terhadap pemerintahannya.