Tsaniyya Asmara Sutjipto, seorang wanita berusia 26 tahun asal Tambaksari, Surabaya, menjalani hubungan asmara selama enam tahun bersama kekasihnya yang berinisial A. Hubungan yang mereka bangun sejak masa kuliah ini awalnya berjalan mulus tanpa banyak konflik. Bahkan, keduanya telah sepakat untuk melanjutkan hubungan ke jenjang pernikahan. Mereka melangsungkan lamaran pada bulan April dan merencanakan pernikahan pada Desember 2024.

“Selama enam tahun menjalin hubungan, semuanya terasa baik-baik saja. Kami jarang bertengkar, dan dia tampak sebagai pria yang setia,” ungkap Tsaniyya.

Namun, kenyataan pahit mulai terungkap pada akhir Oktober. A mengaku telah menghamili perempuan lain. Meski hatinya hancur, Tsaniyya masih bersedia melanjutkan pernikahan dengan harapan dapat menyelesaikan masalah ini setelah acara berlangsung.

Batal Menikah di Hari H

Rencana pernikahan yang dijadwalkan pada Minggu, 29 Desember 2024, harus kandas di tengah jalan. Tiga hari sebelum acara, pada saat keluarga Tsaniyya sedang sibuk dengan pengajian, A justru menghilang dan pergi ke rumah perempuan yang ia hamili. Situasi ini membuat keluarga Tsaniyya harus menghadapi orang tua A dan keluarga perempuan tersebut untuk mencari solusi.

Meskipun pada akhirnya A menandatangani surat pernyataan di atas materai untuk tetap melangsungkan pernikahan, kenyataannya berbeda. Saat hari H, A tidak hadir di lokasi akad nikah. Bahkan, komunikasi terakhir Tsaniyya dengan A hanya terjadi beberapa jam sebelum acara, di mana A masih sempat mengingatkan hal teknis terkait dokumen pernikahan. Namun setelah itu, ia tidak bisa lagi dihubungi.

“Semua sudah siap, mulai dari KUA hingga penghulu. Tapi karena mempelai pria tidak hadir, akad nikah harus dibatalkan. Saat resepsi, posisi pengantin pria digantikan oleh sepupu saya,” jelas Tsaniyya.

Orang Tua A Tetap Hadir di Resepsi

Meski tanpa kehadiran A, resepsi tetap digelar karena undangan sudah tersebar dan persiapan telah dilakukan. Orang tua A hadir dalam acara tersebut dan berdiri di atas panggung bersama Tsaniyya, seolah-olah pernikahan berlangsung normal. Mereka mengaku bahwa A tidak kembali setelah pamit membeli nasi goreng pada malam sebelumnya.

“Orang tuanya datang dan berusaha bertindak seperti tidak ada masalah. Namun, pengantin pria yang berdiri di pelaminan adalah sepupu saya,” tambah Tsaniyya.

Pertemuan dengan A Pasca Kejadian

Beberapa hari setelah pernikahan yang batal, tepatnya pada Jumat, 3 Januari 2025, A akhirnya muncul di rumah Tsaniyya. Dalam pertemuan tersebut, A mengaku telah meninggalkan rumah dengan membawa tas besar dan menggelandang karena belum menerima gaji. Pernyataan ini bertentangan dengan apa yang disampaikan oleh orang tuanya, yang sebelumnya menyebutkan bahwa A pergi membeli nasi goreng.

“Logikanya tidak masuk akal. Jika benar ia pergi membawa tas besar, orang tuanya pasti tahu,” ujar Tsaniyya yang semakin kecewa.

Lebih mengecewakan lagi, A datang tanpa menunjukkan rasa bersalah atau permintaan maaf. Sikap inilah yang membuat Tsaniyya memutuskan untuk menempuh jalur hukum. Ia merasa dirugikan secara moral dan materiil akibat pembatalan pernikahan ini.

Harapan Baru untuk Masa Depan

Meski pernikahannya gagal, Tsaniyya berusaha untuk tetap tegar. Ia berharap agar keadilan dapat ditegakkan melalui jalur hukum. Selain itu, ia juga berharap dapat bertemu dengan pasangan yang lebih baik di masa depan.

“Saya ingin hidup yang lebih baik setelah ini. Semoga Tuhan memberikan jodoh yang lebih baik dan memberikan pelajaran kepada mereka yang telah menyakiti,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *