Jakarta – Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (Undip) secara terbuka mengakui adanya kasus perundungan (bullying) dan pemalakan di lingkungan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS). Dekan FK Undip, Yan Wisnu Prakojo, menyatakan permintaan maaf kepada masyarakat dan pemerintah serta meminta arahan untuk memperbaiki sistem pendidikan di kampus tersebut. Pengakuan ini muncul setelah banyaknya laporan terkait praktik perundungan di kalangan mahasiswa PPDS.
Yan Wisnu menjelaskan bahwa kasus perundungan di FK Undip terjadi dalam berbagai bentuk dan tingkat keparahan. Dalam forum bersama anggota Komisi IX DPR RI dan Direktur Layanan Operasional RS Kariadi, Yan Wisnu menegaskan bahwa pihaknya berkomitmen untuk melakukan pembenahan secara menyeluruh.
Permintaan Maaf dan Permohonan Arahan
Dekan FK Undip juga menyampaikan permintaan maaf secara resmi kepada masyarakat dan pihak-pihak terkait, termasuk Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Ia mengakui bahwa masih terdapat kekurangan dalam pelaksanaan program pendidikan, khususnya di bidang kedokteran spesialis.
Selain itu, pihak FK Undip juga meminta arahan dari pemerintah serta komponen masyarakat untuk membantu proses perbaikan dan reformasi pendidikan dokter spesialis di Undip. Yan Wisnu berharap agar pendidikan yang dilakukan ke depan dapat lebih bermartabat, melindungi mahasiswa, dan memberikan manfaat bagi negara.
Iuran PPDS dan Penggunaan Dana
FK Undip juga mengakui adanya iuran yang diberlakukan kepada mahasiswa baru PPDS Anestesi dengan kisaran Rp 20-40 juta per bulan. Menurut Yan Wisnu, sebagian besar dana ini digunakan untuk konsumsi sehari-hari mahasiswa. Selain itu, ada pula penggunaan dana untuk keperluan operasional seperti sewa mobil dan tempat tinggal selama masa pendidikan.
Yan Wisnu menegaskan bahwa praktik iuran ini tidak dapat dibenarkan dan harus segera dihapuskan. Ia juga menyebutkan bahwa alasan-alasan rasional yang diberikan oleh pelaku iuran tersebut tidak dapat diterima oleh publik.
Kasus Perundungan di FK Unpad dan Tindakan Tegas
Bandung – Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad) juga menghadapi masalah serupa dengan terungkapnya kasus perundungan mahasiswa dokter spesialis di Rumah Sakit Umum Pusat dr. Hasan Sadikin, Bandung. Dekan FK Unpad, Yudi Mulyana Hidayat, menyatakan bahwa pihaknya telah mengambil tindakan tegas berupa peringatan terhadap pelaku perundungan.
Kasus terbaru yang terjadi pada 2023 melibatkan tujuh mahasiswa senior yang memaksa juniornya melakukan push-up sebagai hukuman. Yudi menegaskan bahwa tindakan semacam ini tidak sesuai dengan prinsip pendidikan kedokteran yang seharusnya menekankan pada kesehatan dan kebersamaan, bukan hukuman fisik.
Langkah Pencegahan Perundungan di FK Unpad
FK Unpad telah melakukan berbagai upaya untuk memberantas perundungan, termasuk dengan membentuk tim dan komisi anti-perundungan sejak 2020. Namun, meskipun berbagai langkah telah diambil, kasus perundungan masih terjadi, terutama di kalangan mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS).
Menurut Yudi, perundungan paling sering terjadi di departemen bedah, bedah saraf, dan urologi, di mana mahasiswa senior yang berada di semester dua atau tiga kerap melakukan perundungan terhadap mahasiswa baru. Perundungan ini bisa berlangsung hingga enam bulan dan dalam beberapa kasus, korban perundungan menjadi pelaku bagi mahasiswa baru di angkatan berikutnya.
Sanksi dan Tindakan Lanjutan
Untuk menangani kasus perundungan, FK Unpad telah memberikan sanksi kepada pelaku, mulai dari peringatan hingga pemecatan mahasiswa. Selain mahasiswa, ada juga seorang dosen yang terlibat dalam kasus perundungan, yang saat ini masih dalam proses penyelidikan oleh Kementerian Pendidikan.
FK Unpad terus berupaya memberantas perundungan dan memastikan bahwa lingkungan pendidikan mereka aman dan bebas dari tindakan yang merugikan mahasiswa.
Baik FK Undip maupun FK Unpad kini berkomitmen untuk memperbaiki sistem pendidikan mereka, dengan fokus pada melindungi mahasiswa dari perundungan dan tindakan sewenang-wenang. Melalui upaya pembenahan dan tindakan tegas terhadap pelaku, kedua universitas berharap bisa menciptakan lingkungan pendidikan yang lebih baik dan aman bagi seluruh mahasiswa.