Kaesang Pangarep dan Kontroversi Penggunaan Jet Pribadi: Perdebatan Gratifikasi dan Penggunaan Istilah Nebeng

Kaesang Pangarep, putra bungsu Presiden Joko Widodo, baru-baru ini mendapatkan sorotan terkait penggunaan jet pribadi saat pergi ke Amerika Serikat bersama istrinya, Erina Gudono. Dalam pernyataannya, Kaesang mengaku hanya “nebeng” jet pribadi milik rekannya. Namun, pernyataan ini justru memicu berbagai reaksi, terutama dari Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan, yang menyatakan bahwa pemilik jet, berinisial Y, tidak ikut dalam penerbangan tersebut.

Pahala menjelaskan bahwa jet tersebut digunakan oleh empat orang, yakni Kaesang, istrinya, kakak iparnya, dan satu staf. Pernyataan ini memicu kritik dari pakar telematika, Roy Suryo, yang menyebut istilah “nebeng” tidak tepat digunakan dalam konteks ini.

Roy Suryo Kritik Penggunaan Istilah “Nebeng”

Menurut Roy Suryo, penggunaan istilah “nebeng” oleh Kaesang tidak sesuai dengan makna yang tercantum dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Berdasarkan KBBI, kata “nebeng” berarti ikut serta dalam suatu kegiatan, seperti naik kendaraan, tanpa membayar. Namun, karena pemilik jet tidak ikut dalam perjalanan, menurut Roy, tindakan Kaesang lebih tepat disebut sebagai “meminjam.”

Roy menegaskan bahwa istilah “meminjam” lebih sesuai karena jet pribadi tersebut digunakan tanpa kehadiran pemiliknya. Selain itu, Roy juga mengungkapkan bahwa Kaesang menggunakan jet tersebut untuk perjalanan ke beberapa tempat, sehingga klaim “nebeng” menjadi kurang relevan.

Kaesang Gunakan Jet untuk Beberapa Perjalanan

Berdasarkan temuan Roy, jet pribadi tersebut tidak hanya digunakan untuk perjalanan ke Amerika Serikat, tetapi juga untuk beberapa rute lainnya. Jet pribadi yang dipinjam Kaesang telah terdeteksi melakukan penerbangan ke berbagai destinasi, termasuk Jepang, Singapura, Solo, dan Philadelphia, Amerika Serikat.

Beberapa perjalanan yang dilakukan Kaesang menggunakan jet pribadi tersebut antara lain penerbangan dari Nagoya, Jepang ke Halim Perdanakusuma, Jakarta, dan kemudian ke Solo. Selain itu, ada juga perjalanan ke Singapura, Las Vegas, dan Philadelphia pada Agustus 2024.

Perbandingan dengan Logika Terbalik ala Srimulat

Roy Suryo juga menyindir penggunaan istilah “nebeng” yang dianggap tidak jujur dengan membandingkannya dengan gaya komedi Srimulat yang terkenal dengan logika terbalik. Menurut Roy, penggunaan istilah “nebeng” dalam konteks ini mirip dengan kalimat khas Srimulat seperti “hil yang mustahal,” yang berarti hal mustahil, tetapi dalam konteks komedi.

Roy menyebut bahwa sangat tidak mungkin seseorang yang bukan anak pejabat negara bisa mendapatkan akses untuk meminjam jet pribadi. Menurutnya, tindakan Kaesang lebih tepat disebut sebagai gratifikasi, karena jet pribadi tersebut dipinjamkan kepada Kaesang sebagai anak presiden dan adik pejabat daerah.

Potensi Gratifikasi dan Pasal Hukum yang Berlaku

Roy Suryo juga menyoroti adanya potensi pelanggaran hukum terkait gratifikasi dalam penggunaan jet pribadi ini. Menurutnya, meskipun Kaesang bukan pejabat negara, statusnya sebagai anak presiden dan adik wali kota tetap membuatnya rentan terhadap dugaan gratifikasi. Roy mengingatkan bahwa UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengatur tentang gratifikasi yang bisa dikenakan tidak hanya pada pejabat negara, tetapi juga kepada keluarga mereka.

Roy menilai, klaim bahwa Kaesang hanya “nebeng” jet pribadi rekannya merupakan upaya untuk menghindari potensi pelanggaran hukum terkait gratifikasi. Namun, ia menegaskan bahwa pernyataan tersebut justru memperlihatkan logika yang berlawanan dengan fakta yang ada.

Kasus ini menyoroti pentingnya kejujuran dalam penggunaan istilah dan bagaimana tindakan seseorang, terutama yang memiliki hubungan dengan pejabat negara, bisa berdampak pada persepsi publik. Penggunaan jet pribadi oleh Kaesang Pangarep memicu perdebatan mengenai transparansi, etika, dan potensi gratifikasi. Dalam hal ini, ketepatan dalam penggunaan istilah seperti “nebeng” dan “meminjam” menjadi penting untuk menghindari kesalahpahaman dan konsekuensi hukum.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *