Kecelakaan yang melibatkan pesawat Jeju Air, sebuah armada Boeing 737-800, mencuri perhatian publik setelah dikabarkan terjadi akibat bird strike. Namun, beberapa ahli meragukan bahwa bird strike menjadi satu-satunya penyebab insiden tragis tersebut. Berikut ini ulasan lengkap mengenai bird strike dan kemungkinan penyebab lain dari kecelakaan ini.
Apa Itu Bird Strike?
Bird strike adalah insiden tabrakan antara pesawat dan burung. Meski tampak sederhana, kejadian ini dapat membawa risiko serius bagi keselamatan penerbangan. Dampak tabrakan dapat menyebabkan kerusakan pada pesawat, termasuk mesin, bahkan mengakibatkan kecelakaan fatal dalam situasi tertentu.
Sejarah mencatat bahwa bird strike telah terjadi sejak awal penerbangan modern. Insiden pertama kali dilaporkan oleh Orville Wright pada tahun 1905 di Ohio. Hingga kini, bird strike menjadi masalah yang terjadi hampir setiap hari, terutama pada musim migrasi burung.
Seberapa Sering Bird Strike Terjadi?
Bird strike adalah masalah yang umum di dunia penerbangan. Contohnya, antara tahun 2008 hingga 2017, Australia mencatat lebih dari 16.600 kasus bird strike. Di Amerika Serikat, Administrasi Penerbangan Federal (FAA) melaporkan 17.200 insiden serupa hanya pada tahun 2022.
Sebagian besar bird strike terjadi di dekat bandara, khususnya saat pesawat lepas landas atau mendarat. Menurut Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO), sekitar 90% insiden ini terjadi di ketinggian rendah, di mana aktivitas burung lebih sering ditemukan.
Dampak Bird Strike pada Pesawat
Dampak bird strike pada pesawat sangat bervariasi tergantung pada jenis burung, ukuran pesawat, dan bagian pesawat yang terkena. Pada pesawat besar seperti Boeing 737-800, mesin biasanya dirancang untuk tetap beroperasi meski salah satu mesin mengalami kerusakan akibat bird strike. Namun, pada pesawat kecil bermesin tunggal, insiden ini dapat berakibat fatal.
Contoh terkenal adalah insiden US Airways Penerbangan 1549 pada tahun 2009, ketika pesawat harus mendarat darurat di Sungai Hudson setelah kedua mesinnya rusak akibat menabrak sekawanan angsa Kanada. Meskipun demikian, desain pesawat modern sudah dilengkapi berbagai sistem redundansi untuk mengatasi situasi darurat semacam ini.
Analisis Kecelakaan Jeju Air
Beberapa ahli menyatakan bahwa kecelakaan Jeju Air tidak mungkin hanya disebabkan oleh bird strike. Profesor Sonya Brown dari Universitas New South Wales menjelaskan bahwa pesawat seperti Boeing 737 dirancang dengan sistem redundansi yang memungkinkan pesawat tetap terbang meski satu mesin tidak berfungsi.
Menurut Brown, bird strike umumnya tidak berdampak pada sistem roda pendaratan atau kendali penerbangan seperti flap dan slat. Teknologi ini dirancang untuk tetap berfungsi meskipun terjadi kerusakan pada salah satu sistem.
Senada dengan itu, Doug Drury, seorang profesor di Central Queensland University, menyatakan bahwa meskipun bird strike dapat menyebabkan kerusakan pada satu mesin, pesawat tetap dapat terbang dengan mesin yang tersisa. Hal ini menunjukkan bahwa ada kemungkinan faktor lain, seperti kerusakan mekanis, turut berperan dalam kecelakaan tersebut.
Fakta Kecelakaan Jeju Air
Pesawat Jeju Air dilaporkan mengalami kecelakaan saat mendarat di Bandara Internasional Muan. Dalam rekaman video, terlihat pesawat mendarat tanpa roda pendaratan sebelum akhirnya menabrak beton dan meledak. Insiden ini menewaskan 179 orang.
Otoritas Korea Selatan awalnya menyatakan bahwa kecelakaan ini disebabkan oleh bird strike dan cuaca buruk. Namun, para analis seperti Alvin Lie dan Paul Charles menyebut bahwa bird strike tidak mungkin menyebabkan kegagalan sistem roda pendaratan atau sistem kendali lainnya. Mereka menyarankan penyelidikan lebih lanjut untuk mengetahui apakah ada masalah teknis lain yang memperburuk dampak bird strike.
Langkah Pencegahan Bird Strike
Bandara di seluruh dunia telah mengadopsi berbagai teknologi dan metode untuk mengurangi risiko bird strike. Beberapa di antaranya adalah penggunaan radar untuk mendeteksi kawanan burung, penggunaan suara ledakan untuk menakuti burung, hingga penanaman vegetasi tertentu yang tidak menarik perhatian burung. Selain itu, produsen pesawat seperti Boeing dan Airbus terus menguji ketahanan mesin terhadap bird strike menggunakan simulasi khusus.
Kecelakaan Jeju Air membuka kembali diskusi mengenai dampak bird strike terhadap keselamatan penerbangan. Meski bird strike adalah masalah serius, sistem redundansi pada pesawat modern dirancang untuk mengatasi situasi ini. Oleh karena itu, kemungkinan besar ada faktor lain yang turut menyebabkan kecelakaan tersebut. Penyelidikan mendalam akan menjadi kunci untuk memahami penyebab pasti insiden ini dan mencegah kejadian serupa di masa depan.