Evaluasi Bea Masuk Susu Impor Australia dan Selandia Baru di Tengah Banjir Susu Impor

Pemerintah Indonesia membuka peluang untuk mengevaluasi kebijakan pembebasan bea masuk susu impor dari Australia dan Selandia Baru. Kebijakan ini merupakan bagian dari perjanjian perdagangan bebas atau Free Trade Agreement (FTA) yang sudah disepakati sebelumnya. Menteri Perdagangan, Budi Santoso, menegaskan bahwa setiap perjanjian perdagangan dapat ditinjau ulang jika dinilai kurang menguntungkan bagi Indonesia.

“Semua perjanjian dagang yang dianggap merugikan bisa dievaluasi, tapi tentunya tergantung pada urgensinya,” ujar Budi saat ditemui di Jakarta, Kamis (12/12/2024).

Namun, menurut Budi, evaluasi terhadap bea masuk susu impor belum menjadi prioritas dalam waktu dekat. Keputusan terkait perubahan kebijakan ini tidak hanya berada di bawah wewenang Kementerian Perdagangan, tetapi juga memerlukan koordinasi dengan kementerian dan lembaga lainnya.

Dampak Perjanjian FTA pada Pasar Susu di Indonesia

Menteri Koperasi, Budi Arie Setiadi, sebelumnya mengungkapkan bahwa pembebasan bea masuk menjadi salah satu penyebab utama banjirnya susu impor di Indonesia. Perjanjian perdagangan bebas dengan Australia dan Selandia Baru membuat harga susu impor lebih kompetitif, bahkan hingga 5% lebih murah dibandingkan pengekspor susu global lainnya.

Selain itu, Budi Arie menyoroti bahwa sebagian besar susu impor masuk dalam bentuk susu skim atau bubuk, bukan susu segar. Hal ini memperburuk situasi bagi para peternak sapi perah lokal yang harus bersaing dengan harga murah produk impor. “Padahal, susu skim memiliki kualitas yang jauh di bawah susu segar karena telah melalui proses pemanasan intensif,” tambahnya.

Kerugian yang Dialami Peternak Lokal

Peternak sapi perah dalam negeri menghadapi tantangan berat akibat kebijakan ini. Harga susu segar dari peternak lokal menjadi kurang kompetitif, hanya dihargai sekitar Rp 7.000 per liter, jauh di bawah harga keekonomian ideal sebesar Rp 9.000 per liter. Kondisi ini menyebabkan kerugian bagi peternak, mengancam keberlanjutan usaha mereka, dan mengurangi daya saing produk lokal.

Budi Arie juga mencatat bahwa pada tahun 2022-2023, konsumsi susu nasional mencapai 4,4 juta ton per tahun, tetapi produksi dalam negeri hanya mampu memenuhi 837.223 ton. Angka ini menunjukkan ketergantungan Indonesia yang cukup tinggi terhadap produk susu impor.

Langkah Evaluasi dan Upaya Solusi ke Depan

Untuk mengatasi permasalahan ini, pemerintah perlu mempertimbangkan langkah-langkah strategis guna melindungi peternak lokal. Evaluasi terhadap kebijakan perdagangan bebas dengan Australia dan Selandia Baru menjadi salah satu solusi yang bisa diambil. Koordinasi antara kementerian terkait harus dilakukan untuk memastikan kebijakan yang dihasilkan dapat memberikan manfaat maksimal bagi ekonomi dalam negeri.

Fokus pada Peningkatan Produksi Susu Dalam Negeri

Pemerintah juga diharapkan dapat mendorong peningkatan produksi susu dalam negeri dengan memberikan insentif kepada peternak lokal. Langkah ini dapat mencakup program pelatihan, pemberian subsidi harga pakan, dan pembukaan akses pasar yang lebih luas untuk produk susu segar lokal.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *