Pengadilan Buruh Jepang memutuskan bahwa Naoko Nemoto alias Dewi Sukarno, istri Presiden Soekarno, harus membayar denda sebesar 29 juta yen atau sekitar Rp 3,03 miliar. Sanksi ini merupakan hasil dari kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap dua karyawan yang dinyatakan tidak sah oleh pengadilan.

Awal Mula Kasus PHK

Kasus ini bermula pada Februari 2021 ketika dua karyawan Dewi menolak untuk bekerja dari kantor karena takut terpapar virus COVID-19. Penolakan ini terjadi setelah Dewi dikabarkan baru saja kembali dari Indonesia. Ketidaknyamanan tersebut memicu kemarahan Dewi, yang akhirnya memutuskan untuk memecat kedua karyawan tersebut.

Dalam pernyataan yang dikutip dari Friday Digital, Dewi mengatakan dirinya kecewa dengan sikap kedua karyawannya. “Saya merasa diperlakukan seperti kuman, meskipun hasil tes saya negatif. Kalian menderita coronafobia. Saya tidak akan datang ke kantor lagi karena tidak bisa bekerja dengan orang-orang yang merusak reputasi saya,” ujarnya, Minggu (19/1/2025).

Gugatan ke Pengadilan Buruh Jepang

Kedua karyawan yang dipecat mengajukan gugatan ke Pengadilan Buruh Jepang pada Maret 2022. Lembaga ini dikenal sebagai mekanisme penyelesaian perselisihan antara pekerja dan pengusaha secara cepat dan adil.

Pada Agustus 2022, pengadilan mengeluarkan keputusan awal yang mengharuskan kedua karyawan membayar biaya penyelesaian gabungan sebesar 6 juta yen. Namun, Dewi menolak keputusan tersebut, yang kemudian membawa kasus ini ke persidangan lebih lanjut.

Hasil persidangan menetapkan bahwa pemecatan kedua karyawan tersebut tidak sah, sehingga hubungan kerja mereka tetap dianggap berjalan. Dewi diwajibkan membayar gaji bulanan karyawan yang tertunda sejak April 2021, dengan bunga sebesar 3% per tahun.

Biaya Total yang Harus Dibayar

Total biaya yang harus dibayarkan oleh Dewi Sukarno, termasuk gaji pokok, bunga, dan upah lembur, mencapai 29 juta yen. Jumlah ini jauh lebih besar dari tuntutan awal sebesar 6 juta yen. Pengadilan mencatat bahwa selama proses hukum berlangsung, kedua karyawan tersebut dianggap tetap aktif bekerja meskipun tidak menerima gaji sejak 2021.

Pengacara Dewi sempat mengklaim bahwa kedua karyawan telah menyetujui pengunduran diri mereka melalui percakapan dengan tim hukum. Namun, pengadilan memutuskan bahwa klaim tersebut tidak valid dan menyatakan Dewi bertanggung jawab untuk memenuhi kewajiban finansial terhadap karyawannya.

Tanggapan Dewi Sukarno

Menanggapi keputusan pengadilan, Dewi menyatakan bahwa dirinya menerima kekalahan ini. “Kalah tidak apa-apa!” ungkapnya singkat. Namun, dia memilih untuk tidak memberikan komentar lebih lanjut terkait peningkatan jumlah pembayaran yang awalnya hanya 6 juta yen menjadi 29 juta yen.

Kasus ini menjadi sorotan karena melibatkan isu ketenagakerjaan, hak pekerja, dan kewajiban pengusaha terhadap karyawannya. Proses panjang di pengadilan menunjukkan pentingnya transparansi dan keadilan dalam hubungan kerja, terutama dalam situasi yang melibatkan PHK.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *