Batalnya Pemasangan Chattra di Puncak Stupa Candi Borobudur

Rencana pemasangan Chattra di puncak stupa utama Candi Borobudur resmi dibatalkan. Hal ini disampaikan oleh Odo Manuhutu, Deputi Bidang Koordinasi Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kemenko Marves, pada Rabu (11/9/2024). “Iya betul,” ujar Odo saat dihubungi oleh wartawan, tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai alasan spesifik di balik keputusan tersebut.

Berdasarkan informasi yang diterima, pembatalan tersebut berlandaskan pada kajian yang dilakukan oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Chattra peninggalan Van Erp, yang saat ini disimpan di Museum Borobudur, dianggap tidak layak dipasang kembali di puncak candi. Selain itu, dalam pemugaran Borobudur pada tahun 1973-1983, Chattra milik Van Erp tidak dimasukkan sebagai bagian dari struktur yang diperbaiki.

Kajian Akademis dan Pendekatan Adaptasi

BRIN mengusulkan penggunaan pendekatan adaptasi dalam pemasangan Chattra, yang memungkinkan pembuatan replika menggunakan bahan yang sesuai berdasarkan hasil kajian akademis. Selain itu, pemerintah akan membentuk Tim Ahli Independen yang terdiri dari perwakilan Indonesia, UNESCO, dan ICOMOS. Tim ini akan berfungsi untuk memastikan bahwa pemasangan Chattra tetap mematuhi Konvensi PBB tentang Warisan Dunia tahun 1972.

Keputusan ini menjadi salah satu kesimpulan dari rapat yang diadakan di Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi (Kemenko Marves) pada Rabu (11/9/2024). Pertemuan tersebut dihadiri oleh perwakilan dari Ditjen Bimas Buddha Kementerian Agama, BRIN, dan sejumlah pihak terkait, sebagai bagian dari persiapan kunjungan kerja Presiden RI di Borobudur pada 18 September 2024.

Konfirmasi dan Penolakan dari Berbagai Pihak

Sementara itu, Dirjen Bimas Buddha Kementerian Agama, Supriyadi, mengonfirmasi bahwa pemasangan Chattra di Candi Borobudur memang batal dilakukan. “Benar [batal dipasang],” kata Supriyadi kepada media. Keputusan ini juga didukung oleh Deputi Bidang Koordinasi Revolusi Mental dan Pemajuan Kebudayaan Kemenko PMK, Warsito, yang menegaskan perlunya kajian lebih mendalam sebelum pemasangan dilakukan.

Warsito menyatakan bahwa dari sisi akademis dan prosedural, pemasangan Chattra perlu diteliti lebih lanjut. “Kita butuh kajian lebih detail, baik dari aspek akademis maupun prosedur, dan untuk sementara diputuskan untuk dibatalkan,” ujarnya.

Pemasangan Chattra, yang berarti pelindung atau payung yang diletakkan di puncak stupa, menimbulkan perdebatan di kalangan ahli. Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) secara tegas menolak rencana pemasangan ini. Ketua IAAI, Marsis, mengungkapkan bahwa kajian BRIN yang menjadi dasar rencana tersebut tidak memenuhi standar akademis yang memadai. Marsis juga menyebutkan bahwa prosedur pemasangan Chattra tidak sejalan dengan UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

Pro dan Kontra Pemasangan Chattra di Candi Borobudur

Rencana pemasangan Chattra di Borobudur menimbulkan reaksi beragam. Di satu sisi, ada yang mendukung pemasangan simbol spiritual ini karena dianggap mencerminkan keberanian dan kesucian dalam tahapan spiritualitas. Namun, di sisi lain, beberapa pihak, termasuk IAAI, berpendapat bahwa rencana tersebut tidak didasari bukti ilmiah yang kuat dan prosedur kajiannya tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Menanggapi hal tersebut, IAAI berencana mengirimkan surat resmi kepada beberapa pihak, termasuk Menteri Agama, Mendikbudristek, serta Dirjen Kebudayaan, sebagai bentuk penolakan mereka terhadap rencana pemasangan Chattra di Candi Borobudur. Marsis menegaskan bahwa tindakan ini penting untuk menjaga warisan budaya Borobudur sesuai dengan regulasi yang berlaku.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *